Komisi IX Minta RSAB Harapan Kita Diberi Sanksi
Komisi IX DPR RI minta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan sanksi tegas kepada manajemen Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita atas kasus penggunaan area rumah sakit untuk syuting sinetron “Love in Paris” pada tanggal 26 Desember 2012, selambat-lambatnya tanggal 25 Januari 2013.
Hal tersebut merupakan keputusan Rapat Dengar Pendapat Komisi IX dengan Dirjen Bina Usaha Kesehatan Kemenkes Supriyantoro, Dirut RSAB Harapan Kita Achmad Subagio dan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Marsis di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/1)
Rapat Komisi IX yang dipimpin langsung Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning membahas kasus meninggalnya seorang pasien di RSAB Harapan Kita Ayu Tria Desriani dan meminta penjelasan mengenai pemanfaatan ruangan di RS untuk keperluan komersil.
Selain diminta memberikan sanksi kepada RSAB Harapan Kita, Kementerian Kesehatan diminta merumuskan dan mensosialisasikan regulasi terkait keamanan, keselamatan dan kenyamanan di rumah sakit, serta melakukan monitoring dan evaluasi terhadap SOP dan sistem manajemen RS.
Anggota Komisi IX yang hadir dalam rapat tersebut, menyesalkan area rumah sakit dijadikan lokasi syuting, karena dapat mengganggu keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Anggota Komisi IX juga meminta RSAB Harapan Kita diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Anita Yakoba Gah (F-PD) menyesalkan hal yang dilakukan RSAB Harapan Kita. “Seharusnya dipikirkan bahwa kegiatan shooting akan mengganggu pasien,” katanya.
Anggota Komisi IX dari F-PDIP Carolin Margret Natasha meminta kasus ini tidak terulang kembali dan mengusulkan dibuatnya UU tentang Perlindungan Pasien. “Saya minta hal ini tidak terulang dan jangan sampai kegiatan shooting menjadi sumber pendapatan lain bagi RS,” ujarnya.
Sementara Arif Minardi (F-PKS) menyatakan, bahwa RSAB Harapan kita telah melanggar Pasal 5 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. “Masih beruntung pasiennya hanya satu, bagaimana kalau banyak. Walau bagaimanapun kegiatan tersebut mengganggu pelayanan pasien,” imbuhnya.
Anggota Komisi IX Hang Ali Saputra Syah Pahan (F-PAN) mempertanyakan, bagaimana mungkin Production House (PH) “Love in Paris” tidak memiliki ijin tertulis dari RSAB namun tetap melakukan kegiatan shooting. “Hal ini karena tidak adanya aturan khusus. Kemenkes harus membuat regulasi yang harus ditaati seluruh RS,” tegasnya.
Sedangkan Muchtar Amma (F-Hanura) mempertanyakan prosedur pemberian ijin. Pasalnya menurut keterangan Dirut RSAB Harapan Kita, dirinya belum mengeluarkan ijin tertulis. “”Kalau tidak berdasarkan prosedur, hal ini cenderung dapat menyebabkan kelalaian dalam pelayanan,” tukasnya.
Okky Asokawati (F-PPP) menanyakan bagaimana kiprah Komite Keselamatan Pasien terkait kasus ini, dan bagaimana dengan mekanisme sistem komplain. Menurutnya PH membuat seting rumah sakit sendiri. “Kenyamanan rumah sakit adalah hal yang esensial, apa yang sudah dilakukan Komite Keselamatan Pasien dan bagaimana dengan respon Dewan Pengawas di RSAB,” paparnya.
Poempida Hidayatullah (F-PG) menyatakan kasus ini bukan hanya masalah etika tapi juga miss management. Poepi meminta RSAB Harapan Kita harus diberikan sanksi dengan tidak menghilangkan kasus pidananya, dan meminta dilakukan penyidikan. (sc)foto:wy/parle